MAKALAH
Gadai (rahn)
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata
Kuliah
“Desain Kontrak
Perjanjian Syariah”
Dosen Pembimbing:
Zulfatun Ni’mah, M.Hum
Disusun oleh: kelompok 08
Ahmad Nizar :
3223113004
Ana Prastiwi : 3223113007
Elsa Almaratus Sholekhah :
3223113032
M u’ a l I f a h :
3223113067
Perbankan Syariah (5A)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
|
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Rahn
Rahn menurut bahasa berarti ats-tsubut dan al-habs yaitu
penetapan dan penahanan. Secara istilah,rahn yaitu menjadikan suatu
benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan utang, dengan adanya
benda yang menjadi tanggungan itu maka sebagian atau bahkan seluruh utang dapat
dilunasi.[1]
Menurut Imam Abu Zakariya Al
Anshari, rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta untuk
kepercayaan dari suatu marhun bih yang dapat dibayarkan dari (harga)
benda (marhun) itu apabila marhun bih tidak dibayar. Sedangkan
Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Al Husaini mendefinisikan rahn sebagai
akad/perjanjian utang-piutang dengan menjadikan marhun sebagai
kepercayaan/penguat marhun bih dan murtahin berhak
menjual/melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya.
Barang yang dapat dijadikan jaminan utang adalah semua barang yang dapat
diperjualbelikan, artinya semua barang yang dapat dijual itu dapat digadaikan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, rahn itu
merupakan suatu akad utang-piutang dengan menjadikan barang yang memiliki nilai
harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan marhun bih, sehingga
rahin boleh mengambil marhun bih.[2]
B.
Dasar Hukum Gadai (Rahn)
Boleh tidaknya transaksi gadai menurut Islam, diatur dalam Al-Quran,
sunnah dan ijtihad.
a.
Al-Quran
Ayat
Al-Quran yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah QS.
Al-Baqarah ayat 282:
“hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya....”
b.
As-Sunnah
Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasululloh membeli makanan
dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.(HR.Bukhari
Muslim). Dari Abu Hurairah r.a Nabi SAW bersabda : tidak terlepas
kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh
manfaat dan menanggung risikonya. (HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu
Majah)
c.
Ijtihad
Berkaitan dengan pembolehan
perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak
pernah berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa
disyariatkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu bepergian.
C.
Rukun dan Syarat Gadai
1.
Ijab qabul (sighot)
2.
Orang yang bertransaksi (Aqid)
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi bagi orang yang bertransaksi gadai adalah:
§ Telah dewasa
§ Berakal
§ Atas keinginan
sendiri.[3]
Adapun
syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuf, yaitu mampu membelanjakan
harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
gadai.[4]
3.
Adanya barang yang digadaikan (marhun)
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh rahin adalah:
§ Dapat diserah
terimakan
§ Bermanfaat
§
Milik rahin
§ Jelas
§ Tidak bersatu
dengan harta lain
§
Dikuasai oleh rahin
§ Harta yang
tetap atau dapat dipindah.
4.
Marhun bih
(utang)
Menurut
ulama Hanafiah dan Syafiiyah syarat utang yang dapat dijadikan alas gadai
adalah:
§ Berupa utang
yang tetap dapat dimanfaatkan
§ Utang harus
lazim pada waktu akad
§ Utang harus
jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.[5]
D.
Pengambilan Manfaat Barang Gadai
Dalam pengambilan manfaat barang-barang yang digadaikan, para ulama
berbeda pendapat, diantaranya jumhur fuqaha dan Ahmad.
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil
suatu manfaat barang-barang gadaian tersebut, sekalipun rahin mengijinkannya,
karena hal ini termasuk kepada utang yang menarik manfaat, sehingga bila
dimanfaatkan termasuk riba. Rasul bersabda:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَّا (رواه الحارث بن أبى أ سا مة)
“setiap utang yang menarik manfaat adalah
termasuk riba” (Riwayat Harits bin Abi Usamah)
Menurut Imam Ahmad, Ishak, al-Laits dan al-Hasan, bahwa jika barang
gadaian berupa kendaraan yang dapat dipergunakan atau binatang ternak yang
dapat diambil susunya, maka penerima gadai dapat mengambil manfaat dari kedua
benda gadai tersebut disesuaikan dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkannya
selama kendaraan atau binatang ternak itu ada padanya. Rasul bersabda:
اَلظَّهْرُ يُرْ كبُ أذَا كَا نُ مَرُ هُوْ نًا وَ لَبَنُ الدَّ رِّ
يَشْرَ بُ إِذَا كَا نَ مَرُ هُوْ نًا وَعَلَى الَّذِىْ يَرْ كَبُ وَ يَشْرَبُ
نَفَقَتُهُ (رواه البخا رى)
“binatang tunggangan boleh ditunggangi karena
pembiayaannya apabila digadaikan, binatang boleh diambil susunya untuk diminum
karena pembiayaannya bila digadaikan bagi orang yang memegang dan meminumnya
wajib memberikan biaya”.[6]
Adapun dalam hal rahin yang memanfaatkan barang, pandangan
ulama terbagi menjadi dua kelompok. Jumhur ulama berpendapat bahwa rahin tidak
boleh memanfaatkan barang yang dijadikan agunan. Namun mereka memberikan
perkecualian yaitu apabila murtahin memberikan izin kepadanya, maka dia (rahin)
dapat menggunakan (memanfaatkan) barang tersebut. Adapun ulama Syfi’iyah
berpendapat sebaliknya, yaitu rahin sebagai pemilik barang boleh memanfaatkan
selama tidak memudharatkan murtahin. Arti memudharatkan yang dimaksud adalah
apabila barang tersebut menjadi rusak dan tidak berfungsi lagi.[7]
E.
Resiko Kerusakan Marhun
Bila marhun hilang dibawah penguasaan murtahin, maka murtahin
tidak wajib menggantinya, kecuali bila rusak atau hilangnya itu karena
kelalaian murtahin atau kerena disia-siakan, umpamanya murtahin bermain-main
dengan api, lalu terbakar barang gadaian itu, atau gudang tak dikunci, lalu
barang-barang itu hilang dicuri orang. Pokoknya murtahin diwajibkan memelihara
sebagaimana layaknya, maka bila tidak demikian, ketika ada cacat atau kerusakan
apalagi hilang, menjadi tanggung jawab murtahin.[8]
F.
Hak dan Kewajiban Para Pihak Gadai Syariah
Menurut Abdul Aziz Dahlan, bahwa pihak rahin dan murtahin,
mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan hak dan kewajibannya
adalah sebagai berikut:
1.
Hak dan kewajiban murtahin
a.
Hak pemegang gadai
§ Pemegang gadai
berhak menjual marhun, apabila rahin pada saat jatuh tempo tidak dapat
memenuhi kewajibannya sebagai orang yang berhutang.
§
Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah
dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun.
§ Selama marhun
bih belum dilunasi, maka murtahin berhak untuk menahan marhun yang
diserahkan oleh pemberi gadai.
b.
Kewajiban pemegang gadai
§ Pemegang gadai
berkewajiban bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga marhun,
apabila hal itu atas kelalaiannya.
§ Pemegang gadai
tidak dibolehkan menggunakan marhun utuk kepentingan sendiri
§ Pemegang gadai
berkewajiban untuk memberi tahu kepada rahin sebelum diadakan pelelangan
marhun.
2.
Hak dan kewajiban pemberi gadai syariah
a.
Hak pemberi gadai
§
Pemberi gadai berhak untuk mendaptkan kembali marhun, setelah
pemberi gadai melunasi marhun bih.
§ Pemberi gadai
berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya marhun, apabila hal
itu disebabkan oleh kelalaian murtahin.
§ Pemberi gadai
berhak untuk mendaptkan sisa dari penjualan marhun setelah dikurangi
biaya pelunasan marhun bih, dan biaya lainnya.
§ Pemberi gadai
berhak meminta kembali marhun apabila murtahin telah jelas
menyalahgunakan marhun.
b.
Kewajiban pemberi gadai
§ Pemberi gadai
berkewajiban untuk melunasi marhun bih yang telah diterimanya dari
murtahin dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, termasuk biaya lain yang
telah ditentukan murtahin.
§
Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan atas marhun
miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat
melunasi marhun bih kepada murtahin.[9]
G.
Kelebihan dan Kekurangan Gadai Syariah
Berdasarkan analisa SWOT, dapat dilihat kelebihan maupun kekurangan
gadai syariah apabila dibandingkan pegadaian konvensional. Hasil analisa SWOT
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Kekuatan (Strenght) gadai syariah, bersumber dari :
a.
Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia
b.
Dukungan lembaga keuangan Islam di seluruh dunia
c.
Pemberian pinjaman lunak qardhul hasan dan
pinjaman/pembiayaan mudhorobah dan ba’I al-muqayadah dengan
sistem bagi hasil pada gadai syariah sangat sesuai dengan kebutuhan
pembangunan.
2.
Kelemahan (Weakness) gadai syariah, adalah :
a.
Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua
orang yang terlibat dalam perjanjian bagi hasi adalah jujur, yang hal ini akan
menjadi bumerang bagi lembaga gadai syariah.
b.
Memerlukan metode penghitungan yang rumit, apabila digunakan bagi
hasil terutama dalam menghitung biaya yang dibolehkan dan pembagian laba untuk
nasabah-nasabah kecil.
c.
Karena menggunakan konsep bagi hasil, pegadaian syariah lebih
banyak memerlukan tenaga-tenaga professional yang handal.
d.
Keterbatasan murtahin yang dapat dijadikan jaminan.
e.
Memerlukan adanya seperangkat peraturan dalam pelaksanaannya untuk
pembinaan dan pengawasannya.
3.
Peluang (Opportunity) gadai syariah adalah :
a.
Munculnya berbagai lembaga bisnis syariah (lembaga keuangan
syariah).
b.
Adanya peluang ekonomi bagi berkembangnya pegadaian syariah.
4.
Ancaman (Threath) gadai syariah adalah :
a.
Dianggap adanya fanatisme agama.
b.
Susahnya untuk menghilangkan mekanisme ‘bunga’ yang sudah mengakar dan
menguntungkan bagi sebagian kecil golongan umat Islam.[10]
H.
Berahhirnya Akad Rahn
Menurut ketentuan syariat bahwa apabila masa yang telah
diperjanjikan untuk pembayaran utang telah terlewati maka si berhutang
berkewajiban untuk membayar hutangnya. Namun seandainya si berhutang tidak
punya kemauan untuk mengembalikan pinjamannya hendaklah ia memberikan ijin
kepada pemegang gadai untuk menjual barang gadaian. Dan seandainya ijin ini
tidak diberikan oleh si pemberi gadai maka si penerima gadai dapat meminta pertolongan
hakim untuk memaksa si pemberi gadai untuk melunasi hutangnya atau memberikan
ijin kepada si penerima gadai untuk menjual barang gadaian tersebut.
Apabila pemegang gadai telah menjual barang gadaian tersebut dan
ternyata ada kelebihan dari yang seharusnya dibayar oleh si penggadai, maka
kelebihan tersebut harus diberikan kepada si penggadai. Sebaliknya sekalipun
barang gadaian telah dijual dan ternyata belum dapat melunasi hutang si
penggadai, maka si penggadai masih punya kewajiban untuk membayar
kekurangannya. Sebagaimana sabda Rasululloh SAW :
“Rahn itu tidak boleh dimiliki. Rahn itu milik orang yang
menggadaikan. Ia berhak atas keuntungan dan kerugiannya.” (Diriwayatkan
Al-Baihaqi dengan sanad yang baik).
Dapat disimpulkan bahwa akad rahn berakhir dengan hal-hal sebagai
berikut :
1. Barang telah
diserahkan kembali kepada pemiliknya.
2. Rahin membayar
hutangnya.
3. Dijual dengan
perintah hakim atas perintah rahin.
4. Pembebasan
hutang dengan cara apapun, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin.[11]
I.
Dialog Gadai (Rahin dan Murtahin)
Dialog
Murtahin : Assalamualaikum,,selamat datang di pegadaian
syariah, dengan saya mu’alifah, dengan bapak siapa? ada yang bisa saya bantu
pak?
Rahin : wa’alaikum salam,saya Nizar. saya ingin
menggadaikan kendaraan bermotor, kira-kira persyaratan apa saja yang harus saya
penuhi?
Murtahin : persyaratan yang harus bapak penuhi yaitu :
1.
mengisi formulir yang telah disediakan di pegadaian ini
2. Surat Tanda
Nomor Kendaraan (STNK) asli,
3. Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB)
Nomor: ( 9622901) dari sepeda motor yang dimaksud,
4.Foto kopi Tanda Penduduk (KTP)
Rahin :
kira-kira kendaraan ini dengan pegadaian syariah ditaksir dengan harga berapa?
Murtahin :
kami bisa membiayai dengan harga Rp. 7.000.000,00 yang sesuai dengan kendaraan
bapak.
Rahin :
kira-kira dalam jangka waktu berapa lama pengambilan jaminan tersebut?
Murtahin :
dengan harga Rp. 7.000.000 kami memberi jangka waktu 3 tahun 2 bulan, dengan
angsuran Rp. 184.211,00 per bulan.
Rahin :
baik, saya menyetujui akad ini
Murtahin :
terimakasih telah mempercayai kami, silakan datang kembali. Assalamualikum
J. Contoh Surat Perjanjian Gadai
CONTOH SURAT PERJANJIAN
GADAI ( MOTOR)
Yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama : Ahmad Nizar
Umur : 20 tahun
Pekerjaan : swasta
Alamat : Kedungwaru-Tulungagung
Nomer KTP / SIM : 9987067342150
Telepon : 081888990675
Dalam hal ini bertindak atas nama diri
pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA
2. Nama : Mu’alifah
Umur : 22tahun
Pekerjaan : swasta
Alamat : Plosokandang-Tulungagung
Nomer KTP / SIM : 62233435679870
Telepon : 085333456789
Dalam
hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK
KEDUA
PIHAK
PERTAMA telah
setuju untuk menggadaikan kepada PIHAK KEDUA sebuah kendaraan bermotor
beserta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) lengkap dengan BPKB.
Kedua
belah pihak dengan ini menerangkan bahwa PIHAK PERTAMA selaku pemilik sah telah
setuju untuk menggadaikan kepada PIHAK KEDUA barang berupa:
1. Jenis
kendaraan : SEPEDA MOTOR
2. Nomor
Polisi : AG 3343 LA
3. Merek /
Type : Honda / SupraX 125R
4. Tahun
pembuatan : 2009
5. Nomor
rangka : MI3GL33323J76543
6. Nomor
mesin : BL76F1243L9807
7. Warna :
Hitam
8. Jumlah
barang : 1 (satu)
9. Kondisi
barang : BAIK
Selanjutnya
kedua belah pihak bersepakat bahwa Perjanjian Gadai sepeda motor antara PIHAK
PERTAMA dan PIHAK KEDUA ini berlaku sejak tanggal penandatanganan surat
perjanjian ini dimana syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan dalam surat
perjanjian ini diatur dalam 7 (tujuh) pasal, sebagai berikut:
PASAL 1
TUJUAN PENGGADAIAN
PIHAK
PERTAMA menggadaikan sepeda motor miliknya kepada PIHAK KEDUA untuk mendapatkan
sejumlah uang yang akan digunakannya untuk usaha ternak ayam
PASAL 2
JAMINAN
PIHAK
PERTAMA memberikan jaminannya bahwa sepeda motor yang digadaikannya adalah
benar-benar milik sahnya sendiri, tidak ada orang atau pihak lain yang turut
memilikinya, tidak atau belum pernah dijual atau dipindahkan haknya atau
dijaminkan kepada pihak lain dengan cara bagaimanapun juga.
PASAL 3
SAKSI-SAKSI
Ayat
1
Keterangan
PIHAK PERTAMA seperti yang tertulis dalam pasal 2 Surat Perjanjian ini
diperkuatoleh 2 (dua) orang saksi.
Ayat
2
Kedua
orang saksi tersebut adalah:
N
a m a : Ana Prastiwi
P
e k e r j a a n : Swasta
Alamat
lengkap : Plosokandang-Tulungagung
Hub.
Kekerabatan : Tetangga PIHAK PERTAMA
N
a m a : Elsa Almaratus Sholekhah
P
e k e r j a a n : Swasta
Alamat
lengkap : Plosokandang-Tulungagung
Hub.
Kekerabatan : Saudara PIHAK PERTAMA
Ayat
3
Kedua
orang saksi tersebut turut menandatangani Surat Perjanjian ini.
PASAL 4
JANGKA WAKTU
Ayat
1
Masa
berlakunya perjanjian gadai ini dilangsungkan untuk jangka waktu 3tahun 2
bulan, terhitung sejak tanggal ( 16 Oktober 2013 ) dan berakhir pada tanggal (16
Desember 2016 ).
Ayat
2
Sebelum
jangka waktu gadai ini berakhir, PIHAK KEDUA sama sekali tidak dibenarkan
meminta PIHAK PERTAMA untuk mengakhiri jangka waktu gadai kecuali terdapat
kesepakatan di antara kedua belah pihak.
PASAL 5
NILAI GADAI
Kedua
belah pihak telah sepakat pada nilai gadai sepeda motor tersebut, yakni sebesar
(Rp. 7.000.000,00) Tujuh Juta Rupiah
PENYERAHAN DARI PIHAK PERTAMA
Ayat
1
Setelah
ditandatanganinya Surat Perjanjian ini, maka PIHAK PERTAMA akan menyerahkan
sepeda motor kepada PIHAK KEDUA.
Ayat
2
Selain
sepeda motor, PIHAK PERTAMA juga menyerahkan:
1.
Kunci kontak,
2.
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) asli,
3.
Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) Nomor: ( 9622901) dari sepeda motor yang
dimaksud,
4.Foto
kopi Tanda Penduduk (KTP) atas nama PIHAK PERTAMA.
PASAL 9
PENYERAHAN DARI PIHAK KEDUA
Ayat
1
Setelah
ditandatanganinya Surat Perjanjian ini, maka PIHAK KEDUA akan menyerahkan uang
sebesar RP. 7.000.000,00 (Tujuh Juta Rupiah) kepada PIHAK PERTAMA.
Ayat
2
Dengan
penyerahan uang tersebut maka Surat Perjanjian ini berlaku sebagai tanda bukti
pembayaran yang sah atas uang gadai sepeda motor termaksud.
PASAL 10
TANGGUNG JAWAB PIHAK KEDUA
Ayat
1
Selama
sepeda motor dipegang oleh PIHAK KEDUA, maka PIHAK KEDUA bertanggung jawab
penuh untuk merawat dan menjaga keutuhan serta kebaikan kondisi sepeda motor
tersebut dalam keadaan yang baik.
Ayat
2
Biaya
untuk pelaksanaan ayat 1 tersebut di atas sepenuhnya dibebankan kepada PIHAK
KEDUA.
( Tulungagung, 16 Oktober 2013)
PIHAK PERTAMA PIHAK
KEDUA
[ Ahmad
Nizar] [
m u’ a l I f a h ]
SAKSI-SAKSI:
[ Ana Prastiwi] [
Elsa Almaratus Sholekhah ]
BAB III
PENUTUP

Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak
terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang
disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah
memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk
karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang
diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan
atau bagi hasil. Boleh tidaknya
transaksi gadai menurut Islam, diatur dalam Al-Quran, sunnah dan ijtihad.
Menurut ketentuan syariat bahwa apabila masa yang telah
diperjanjikan untuk pembayaran utang telah terlewati maka si berhutang
berkewajiban untuk membayar hutangnya. Namun seandainya si berhutang tidak
punya kemauan untuk mengembalikan pinjamannya hendaklah ia memberikan ijin
kepada pemegang gadai untuk menjual barang gadaian. Dan seandainya ijin ini
tidak diberikan oleh si pemberi gadai maka si penerima gadai dapat meminta
pertolongan hakim untuk memaksa si pemberi gadai untuk melunasi hutangnya atau
memberikan ijin kepada si penerima gadai untuk menjual barang gadaian tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur, 2006, Gadai Syariah di Indonesia,
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Huda, Qomarul, 2011, Fiqh Muamalah, Yogyakarta : Teras.
Rais, Sasli, 2005, Pegadaian Syariah : Konsep dan Sistem
Operasionalnya (Suatu Kajian Kontemporer), Jakarta : UI-Press.
Suhendi, Hendi, 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Suwiknyo, Dwi, 2010, Ayat-Ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
http://contohsuratindonesia.com/contoh-surat-perjanjian-gadai-sepeda-motor/ diakses tgl 16-10-2013 pkl: 10.35
[1] Dwi Suwiknyo, Ayat-Ayat Ekonomi Islam (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar,2010),hlm.240
[2] Sasli Rais, Pegadaian Syariah : Konsep dan Sistem Operasional
(Suatu Kajian Kontemporer)(Jakarta : UI-Press,2005),hlm.38-39
[3] Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia,hlm.89-92
[4] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,2002),hlm.107
[5] Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, hlm.92
[6] Hedi Suhendi, Fiqih Muamalah, hlm.108-109
[7] Qomarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta : Teras,2011),hlm.96
[8] Ibid, hlm.109
[9] Sasli Rais, Pegadaian Syariah : Konsep dan Sistem Operasional
(Suatu Kajian Kontemporer),hlm.44-46
[10] Ibid, hlm.47-49
[11] Abdul Ghofur Anshori, Gadai syariah di Indonesia, hlm.96-98
Makalah yg disajikan terkait dengan materi penjelasan sudah cukup jelas. Namun ada hal yang menurut saya masih janggal, yaitu terkait dengan isi surat perjanjian. Dalam pasal 3 ayat 2 dijelaskan bahwa Ana Prastiwi selaku saksi pertama dari pihak pertama (Ahmad Nizar) bertempat tinggal di Plosokandang-Tulungagung dan memiliki hubungan kekerabatan sebagai tetangga pihak pertama yang bertempat tinggal di Kedungwaru-Tulungagung. Padahal antara Plosokandang dan Kedungwaru itu kan cukup jauh. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Jika surat perjanjian tersebut benar2 digunakan untuk menggadaikan, apa tidak akan menimbulkan kecurigaan adanya unsur penipuan dari pihak gadai terhadap penggadai? Mohon penjelasannya, terimakasih.. :)
BalasHapusmakalah yang anda tampilkan cukup bagus,,yang saya tanyakan terkait gadai adalah apakah barang yang di gadaikan wajib dizakati atau tidak,,,,,,,,,,,terimakasih
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMakalah yang anda tampilkan sudah cukup bagus dan bisa dipahami.. yang mau saya tanyakan apakah dalam praktiknya di lapangan rahn sudah sesuai dengan teori yang anda jabarkan? Coba anda jelaskan! Terimakasih :)
BalasHapusDalam makalah ini yang mau saya tanyakan, apakah boleh apabila seseorang melakukan gadai secara ganda?
BalasHapusMisalkan pada bulan september telah melakukan gadai dan masa gadai tersebut belum terselesaikan namun dibulan berikutnya yakni november pihak tersebut ingin melakukan gadai kembali, hal ini diperbolehkan atau tidak dan apa lasannya?????
Makalah yang anda sajikan cukup bagus, dan bisa di fahami. Yang ingin saya tanyakan terkain gadai/rahan ini:
BalasHapus1. Bagaimana hukum tentang tambahan yang terjadi pada gadai emas setelah jatuh tempo, baik yang berada di bank syariah ataupun konvensional.
2. Bagaimana hukum barang gadai yang di pakai, seperti sepedah montor?
Makalah yang anda sajikan cukup bagus, dan bisa di fahami. Yang ingin saya tanyakan terkain gadai/rahan ini:
BalasHapus1. Bagaimana hukum tentang tambahan yang terjadi pada gadai emas setelah jatuh tempo, baik yang berada di bank syariah ataupun konvensional.
2. Bagaimana hukum barang gadai yang di pakai, seperti sepedah montor?